Untuk Info LM: (021) 4586-3943, (021) 4586-3945 Untuk Info Valas: (021) 4586-3788, (021) 4586-3789
Untuk Info LM: (021) 4586-3943, (021) 4586-3945 Untuk Info Valas: (021) 4586-3788, (021) 4586-3789
Kami membagikan berita-berita terkait logam mulia dan valas secara berkala. Informasi yang kami berikan berasal dari sumber terpercaya sesuai dengan keadaan dan perkembangan tentang logam mulia dan valas terkini.
Harga Emas mengalami kenaikan setelah sebelumnya terkoreksi dalam akibat pernyataan the Fed minggu lalu
Harga Emas mengalami penguatan singkat pada perdagangan sesi New York pada hari senin ini. Penguatan ini merupakan reaksi pantulan dari harga emas yang sempat terjun dalam minggu lalu.
Harga emas gagal mempertahankan posisi angka $1.900nya pada perdagangan minggu lalu. Menurut para analis, harga emas akan terus mengalami volatilitas yang tinggi hingga harga $1.950 tercapai
Meskipun emas sempat di tutup di angka positif pada perdagangan kemarin, jumlah transaksi kontrak berjangka emas mengalami penurunan. Hal ini di sebabkan oleh para trader yang sedang menunggu hasil laporan dari CPI atau Consumer Price Index yang akan di umumkan hari ini.
Harga perak, yang sementara menahan support di atas $24 per ounce, sedang berjuang untuk menarik momentum bullish yang konsisten. Namun, seorang analis mengatakan bahwa pasar tidak boleh diabaikan karena perak mewakili logam masa depan.
Manager Investasi dan para pengelola Investasi terus meningkatkan optimisme mereka pada pasar emas. Namun menurut para analis, momentum ini mulai berkurang. hal ini di ungkapkan oleh para analis setelah melihat data perdagangan yang di rilis oleh CFTC (Commodity Futures Trading Commission).
Harga Emas mengalami minggu yang sangat volatil pada minggu kemarin. Bisa di lihat dari pergerakan harga yang sempat terkoreksi $40 dan kemudian kembali ke angka $1.900 per oz.
Harga emas mulai stabil di angka kisaran $1.900an, tertinggi selama 5 bulan terakhir.
Harga Emas meningkat ke $1.900 per oz pada sebulan terkahir. Hal ini di sebabkan oleh melemahnya US Dollar dan kebijakan monenter dari pemerintahan Joe Biden yang belum bereaksi untuk menangani tingkat inflasi yang semakin tinggi.